SKB Empat Menteri Salah Kaprah
”Pengusaha Politik” Dapat Prioritas
Jakarta – Kebijakan ekonomi pemerintah dalam mengatasi krisis keuangan global gagal menjawab permasalahan sehingga dampaknya justru merusak perekonomian dan menyengsarakan masyarakat kelas bawah.
Sejauh ini pemerintah hanya mengakomodasi kepentingan para ”pengusaha politik” yang jelas-jelas rekomendasinya hanya menguntungkan kelompoknya dan merugikan kepentingan ekonomi nasional.
Demikian pendapat Presiden Serikat Buruh OPSI Yanuar Rizky dan Ketua Forum Rektor Indonesia sekaligus ekonom UGM Edi Suandy Hamid, Senin (25/10). "Permasalahan utama saat ini adalah bagaimana menstabilkan nilai tukar rupiah dan menurunkan harga BBM bersubsidi, bukannya menyesuaikan upah buruh di saat daya beli mereka terus merosot,” ujarnya.
Menurut Yanuar, SKB empat menteri itu jelas salah kaprah dan menimbulkan masalah baru. Sebab, upah buruh yang sudah rendah akan makin tergerus dengan penyesuaian upah baru. Jika pemerintah tidak segera mengambil langkah penurunan harga BBM dan kestabilan nilai tukar, baik pengusaha maupun buruh akan sama-sama dirugikan.
Dia mengaku heran, karena yang dilakukan pemerintah justru memberikan hak kepada pengusaha menyesuaikan upah buruh. "Pemerintah tidak mengerti akar masalah sehingga yang dilakukan hanya asal-asalan dan mengorbankan kepentingan masyarakat kelas bawah," tandasnya.
Yanuar menambahkan intervensi negara diperlukan untuk mengatasi hal-hal yang bersifat fundamental, seperti kestabilan nilai tukar dan pengendalian harga BBM, bukannya menurunkan upah buruh manakala krisis keuangan sedang menghantam negara ini. Ekonomi Indonesia saat ini banyak ditopang sektor konsumsi sehingga jika daya beli masyarakat kelas bawah yang sudah merosot akan semakin terpuruk. Jika daya beli turun maka pengusaha juga menurunkan produksi atau melakukan PHK.
Menurutnya, ketidakmampuan pemerintah memilih solusi justru akan merusak perekonomian nasional dan menimbulkan keresahan luar biasa di kalangan masyarakat bawah. "Kegelisahan-kegelisahan ini akan menimbulkan bom waktu karena buruh tidak lagi percaya ke pemerintah," tandasnya.
Edi Suandy Hamid mendesak pemerintah, khususnya Menkeu agar tidak terburu-buru membuat pernyataan yang tidak berdasar dengan mengatakan harga BBM belum bisa diturunkan. Kepentingan-kepentingan pribadi yang ingin selalu mendapat sanjungan dari IMF dan Bank Dunia sebaiknya dikesampingkan terlebih dahulu. "Penurunan BBM bersubsidi mendesak dilakukan agar bisa menurunkan biaya produksi," tandasnya.
Edi menyatakan sektor riil harus terus bergerak dan daya beli masyarakat harus dijaga jangan sampai terus menurun. "Opsi penurunan BBM akan sangat menolong pengusaha dan buruh yang saat ini tercekik dengan kenaikan harga kebutuhan sehari-hari," tandasnya.
Mencegah PHK
Di bagian lain, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno mengemukakan ancaman krisis global mulai menyentuh aspek tenaga kerja nasional yang berpotensi menyebabkan terjadinya PHK massal di sejumlah perusahaan. Sebagai upaya antisipasi secara terorganisasi dengan empat departemen yang terkait dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi nasional, yakni Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Depertemen Dalam Negeri, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan– telah menyepakati bersama langkah-langkah antisipasi pencegahan terjadinya PHK massal di negeri ini.
”Secara substansi, perlu kesadaran bersama antara pengusaha dan serikat pekerja melalui tripartit agar berorientasi pada kepentingan nasional. Konkretnya, unsur tripartit secara bersama-sama berupaya menciptakan iklim industri yang kondusif untuk mendorong kelancaran proses produksi dan menjaga kelangsungan bekerja,” ujar Erman saat dihubungi SH, Senin (27/10).
Menurut Erman, inti dari SKB 4 menteri tersebut, sebagai upaya mengatasi dampak negatif dari krisis keuangan global yang berdampak pada pekerja, khususnya menyangkut penetapan upah minimum.
”Sektor usaha yang terdampak langsung oleh krisis, yakni usaha padat karya (manufacturing) yang seharusnya menjadi prioritas dalam kenaikan upah UMR. Kenaikan ini pun harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing perusahaan dan telah dirundingkan secara bipartit dengan pekerja,” jelas dia.
Erman mengatakan, secara konkret, saat ini pihaknya telah menyampaikan usulan kepada Depertemen Keuangan untuk menaikkan nilai dari pendapatan tidak kena pajak yang sebelumnya Rp 1,1 juta menjadi Rp 2 juta. ”Secara otomatis, gaji pegawai yang dulunya dipotong, sekarang tidak akan kena,” jelasnya lagi.
Ia menegaskan kembali, tanpa adanya kerja sama dan kebersamaan pihak terkait, upaya antisipasi tersebut tidak akan berjalan optimal. Oleh karena itu, dalam penentuan UMR, bagi daerah yang telah menyepakati, kata Erman, silakan menindaklanjuti. Akan tetapi, Peraturan Bersama Empat Menteri tetap mengharapkan agar penetapan Upah Minimum oleh Gubernur diupayakan agar tidak melebihi pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun demikian, peraturan SKB Empat Menteri tersebut tidak berlaku permanen. ”Peraturan tersebut berlaku untuk kondisi saat ini. Jika situasi berubah, tentu akan dicabut kembali,” kata dia.
Sementara itu, mengenai maraknya sejumlah pabrik yang merumahkan karyawannya, Erman mengatakan, hingga saat ini memang belum ada laporan resmi kepada Depnakertrans. ”Namun, kami tetap pro aktif untuk terjun langsung ke lapangan, melakukan inventarisasi informasi, dan mencari solusinya,” tandasnya.
Sebelumnya, pemerintah berjanji akan mengeluarkan kebijakan yang bisa mengurangi beban pengusaha sehingga tidak perlu mem-PHK besar-besaran tenaga kerjanya. "Apakah itu melalui bentuk penurunan, seperti pajak ekspor, CPO, atau dalam bentuk berbagai subsidi atau suku bunga. Nanti kita lihat dari komoditas per komoditas karena itu berbeda masing-masing. Bahkan, bagi sektor yang labour insentif seperti elektronik dan tekstil itu tantangannya akan sangat berbeda," ujar Menkeu/Menko Perekonomian Sri Mulyani.
dikutip dari sinar pagi.
Apa opini anda dengan adanya SKB 4 Menteri tentang kenaikan UMR 2009??
0 comments:
Post a Comment