DUNIA GARMENT - BERITA, SHARING, TIPS DAN INFORMASI TERKINI

Ads LS03

Huge Selection 720 x 300 v2

Wednesday, October 29, 2008

Efek SKB 4 Menteri tentang kenaikan UMR /UMK 2009

Penolakan terhadap Peraturan Upah Secara Bipartit Meluas PDF Cetak E-mail


"Buruh hanya dijadikan sebagai kayu bakar."

JAKARTA -- Gelombang penolakan terhadap Peraturan Bersama Empat Menteri soal Penyesuaian Upah terus bermunculan dari berbagai kalangan. Kemarin sejumlah serikat buruh kembali menyatakan penentangannya. "Aturan itu mengabaikan perlindungan terhadap buruh," kata Koordinator Nasional Aliansi Buruh Menggugat Anwar Maruf di Jakarta kemarin. Anwar menegaskan aturan itu telah meliberalkan pengusaha untuk menggaji buruh dengan upah rendah. "Pemerintah menjadikan buruh (hanya) sebagai kayu bakar."

Dia menolak jika dikatakan bahwa kebijakan itu untuk mengamankan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi, kata dia, didukung oleh pola konsumsi rakyat. Kalau upah ditekan, buruh tidak bisa mengkonsumsi. "Ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi."

Akhir pekan lalu, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Soeparno, Menteri Dalam Negeri Mardiyanto, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, serta Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menandatangani Peraturan Bersama tentang Penyesuaian Sistem Pengupahan bagi Buruh.

Peraturan itu dikeluarkan berkaitan dengan dampak krisis perekonomian global. Salah satu butir peraturan menyatakan penetapan upah minimum oleh gubernur tidak boleh melebihi pertumbuhan ekonomi nasional. Tahun ini pertumbuhan ekonomi dipatok sekitar enam persen.

Ketua Umum Front Nasional Perjuangan Buruh Dominggus Oktavianus juga menolak kebijakan itu. Apalagi, kata dia, peraturan bersama itu dinilainya bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Penentangan juga disuarakan oleh pengusaha di Surakarta. Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia Surakarta Pank Supardi meminta Gubernur Jawa Tengah tetap mengesahkan upah minimum sesuai dengan standar kebutuhan hidup layak. Wali Kota Surakarta sudah mengajukan standar upah minimum sebesar Rp 723 ribu atau naik sekitar 7,1 persen dari upah minimum tahun ini. "Kami tetap menginginkan agar upah minimum mengacu pada kebutuhan hidup layak," kata dia.

Menurut Pank, penghitungan kebutuhan hidup layak itu merupakan hasil penghitungan dari beberapa pihak, seperti pengusaha, buruh, instansi pemerintah, dan Badan Pusat Statistik.

Dia khawatir, penyesuaian upah minimum dengan tingkat pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan pekerja tidak bisa menjalani hidup secara layak. "Dan (itu) mempengaruhi produktivitas."

Ketua Komisi Ketenagakerjaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah M. Iqbal Wibisono meminta pemerintah tidak lepas tangan dalam penentuan upah minimum.

"Pemerintah jangan seenaknya cuci tangan, tanpa melakukan peran apa-apa untuk membela buruh," kata Iqbal di Semarang.

Menurut dia, peraturan empat menteri itu memperlihatkan pemerintah seakan tidak mau berperan apa-apa dalam menentukan upah buruh. Negosiasi upah hanya dilakukan antara buruh dan pengusaha. "Penentuan upah harus dikembalikan pada undang-undang yang ada."

Deputi Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Bambang Widianto menjamin pemerintah masih akan terlibat dalam penentuan upah minimum melalui mekanisme tripartit.

Kenaikan upah minimum tetap perlu, kata dia, tapi jangan terlalu cepat. Kenaikan upah minimum selama tiga tahun terakhir, menurut dia, terlalu cepat. "Apalagi sekarang dalam kondisi krisis." Yugha Erlangga | Ahmad Rafiq | Rofiuddin | Harun Mahbub

Dewan Pengupahan Abaikan Mekanisme Bipartit

Selasa, 28 Oktober 2008 | 11:48 WIB

TEMPO Interaktif, Semarang: Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah akan mengabaikan ketentuan upah buruh yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama empat menteri. Dewan menolak upah berdasarkan mekanisme bipartit.

Anggota Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah, Indarto, mengatakan bawah peraturan mengenai upah semestinya mengacu kepada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa yang menjadi dasar penentuan upah adalah kebutuhan hidup layak, dan juga unsur lain seperti pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi.

"Tapi unsur terakhir ini hanya diperhatikan. Dasar utamanya tetap harus mengacu pada KHL (kebutuhan hidup layak)," kata Indarto, Selasa (28/10), kepada Tempo di Semarang.

Menurut Indarto, kalaupun saat ini terjadi krisis global, maka seharusnya pemerintah tidak mengorbankan buruh. "Kalau sudah melarat, masak upahnya akan terus diturunkan," katanya. Sebaliknya, ia justru mengatakan bahwa yang harus dikorbankan adalah orang-orang yang selama ini sudah berkecukupan secara materi.

Saat ini Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah sedang mengkaji mengenai upah minumum kabupaten/kota yang telah diajukan oleh 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Kajian ini penting untuk menentukan apakah upah minimum kabupaten/kota sudah sesuai dengan nilai kebutuhan hidup layak yang besarannya berbeda-beda di setiap daerah.

Indarto memperkirakan, jika upah minimum kabupaten/kota didasarkan pada pertumbuhan ekonomi, maka ketika dipresentasi, nilai kebutuhan hidup layaknya akan semakin turun. Padahal, selama ini jarang ada daerah yang upah miimum kabupaten/kotanya sebanding dengan nilai kebutuhan hidup layak.

Pada 2008, di Jawa Tengah hanya ada dua daerah yang upah minimum kabupaten/kotanya sesuai dengan kebutuhan hidup layak, yakni Surakarta dan Semarang. Kebutuhan hidup layak di Kota Semarang adalah Rp 715.679 dan upah minimum kabupaten/kotanya sebesar Rp 715.700. Sedangkan kebutuhan hidup layak di Kota Surakarta, kebutuhan hidup layak mencapai Rp 674.315 dan upah minimum kabupaten/kota sebesar Rp 674.300.
Buruh Tolak Upah Berdasarkan Mekanisme Bipartit

Selasa, 28 Oktober 2008 | 08:57 WIB

TEMPO Interaktif, Semarang: 19 serikat buruh akan menggelar demonstrasi di Kawasan Air Mancur, Semarang, Jawa Tengah. Mereka menolak Surat Keputusan Bersama empat menteri yang menyerahkan upah pada mekanisme bipartit.

"SKB (Surat Keputusan Bersama) ini telah merugikan dan menyengsarakan buruh," kata Direktur Yayasan Wahyu Sosial, Semarang, Khotib, Selasa (28/10), kepada Tempo.

Menurut Khotib, ketetapan upah diserahkan pada mekanisme bipartit akan menjadikan posisi buruh semakin terjepit. Sebab, selama ini banyak buruh yang berstatus karyawan kontrak.

Pemerintah, kata Khotib, seharusnya tidak perlu menerbitkan Surat Keputusan Bersama yang membolehkan upah tidak melebihi angka pertumbuhan ekonomi. Padahal pemerintah sudah menerbitkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 17 2005 tentang Kebutuhan Hidup Layak. "Harusnya, semua sesuai dengan peraturan tersebut," ujarnya.

Pada saat yang sama, Khatib menyayangkan munculnya ancaman pengusaha untuk memecat buruh yang ingin menyuarakan haknya. "Sedikit-sedikit PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Ini ancaman yang menghantui buruh," ujarnya.

Aksi yang akan digelar pada 09.30 WIB di Kawasan Air Mancur Jalan Pahlawan, Semarang, ini akan diikuti oleh 19 serikat pekerja. Tidak hanya dari Semarang, aksi ini juga diikuti oleh serikat dari daerah lain, seperti Demak, Pati, Ungaran, Salatiga, dan Kendal.

Aksi ini, kata khotib, merupakan pemanasan yang dilakukan buruh menjelang aksi berikutnya yang lebih besar. "Hari ini mungkin hanya melibatkan puluhan orang, tapi berikutnya akan kita lakukan bersama ribuan orang," katanya.

Rofiuddin

Suara Merdeka.com

Buruh Siapkan Demo Besar-besaran

* Protes SKB 4 Menteri


KARANGANYAR - Para buruh di Karanganyar dan Surakarta pada umumnya menyiapkan aksi demo besar-besaran, yang akan digelar awal Novemnber. Mereka akan memprotes SKB (Surat Keputusan Bersama) 4 Menteri, yakni Menakertrans, Mendagri, Menteri Perdagangan, dan Menteri Perindustrian yang dikeluarkan 24 Oktober lalu.

”Isi SKB itu sangat menyusahkan buruh. Sebab mengatur penetapan upah minimum yang tahun 2009 dinaikkan maksimal sesuai pertumbuhan ekonomi nasional. Ini keputusan yang sangat tidak berpihak pada buruh,” kata Suparno, Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Karanganyar, kemarin.

Dia mengatakan, Pasal 3 SKB itu menyebutkan, Gubernur dalam menetapkan upah minimum agar tidak melebihi pertumbuhan ekonomi nasional. Padahal pertumbuhan ekonomi nasional saat ini hanya 6 %.

Artinya, jika itu dijadikan patokan, maka kenaikan upah yang tahun 2008 ini ditetapkan Rp 650.000 hanya akan menjadi paling tinggi Rp 680.000. Pasal 2 menyebutkan, dalam menentukan upah minimum, hendaknya dilakukan dengan perundingan bipartit, hanya melibatkan buruh dan pengusaha.
Artinya, kata Suparno, pemerintah memilih lepas tangan dalam mengurusi penentuan upah minimum buruh.

”Dua pasal itu sudah jelas sangat menyakiti buruh. Saat ini seluruh UMK dari berbagai daerah sudah diusulkan ke Gubernur. Paling lambat 30 Oktober sudah ditetapkan Dewan Pengupahan Provinsi. Pada 20 November, Gubernur sudah menetapkan UMK seluruh daerah,” kata dia.
Makin Tertindas
Di Karanganyar, tambahnya, UMK yang diusulkan buruh Rp 736.000, namun pengusaha masih menawar Rp 715.000. Jika SKB diterapkan, maka proses penetapan diperkirakan akan deadlock, karena bisa saja pengusaha akan menurunkan UMK menjadi Rp 680.000.

”Apalagi jika penentuan upah diserahkan bipartit, dengan kondisi buruh yang tertindas karena lowongan kerja lebih sedikit dibandingkan tenaga kerja yang tersedia, maka buruh akan semakin tertindas dan tidak bisa apa-apa menghadapi pengusaha. Apa memang ini yang dikehendaki pemerintah ?”
Gaji guru saja dinaikkan 100 % pada 2009. Seangkan PNS lain naik 20 %.
Tapi gaji buruh yang hanya berstandar UMK, ternyata hanya boleh naik 6 %. Ini dinilai sebagai keputusan yang sangat menyakitkan buruh.

Karena itulah, para buruh sepakat awal November ini berdemo ke Gubernuran. Intinya mendesak agar Gubernur menolak SKB, karena bertentangan dengan UU 13/2004 tentang tenaga kerja dan Keppres 107/2004 tentang Dewan Pengupahan.

”Jika Gubernur berpihak pada buruh, tentu tidak akan menggunakan SKB 4 Menteri ini sebagai dasar menentukan UMK. Tapi jika sebaliknya, maka demo buruh akan terus berlanjut,” tandas dia

0 comments: